Dr. C. Aturkian Laia, S.H., M.H., CFHA., CHA., CEFT
(Akademisi dan Praktisi Hukum)
Dr. Sudarto, S.H., M.H., M.Kn
(Akademisi dan Praktisi Hukum)
Persoalan-persoalan tentang keadilan pada perwujudan dalam kenyataan, merupakan suatu ketertarikan di kalangan manapun, terlebih terhadap kalangan para akademisi dan praktisi hukum. Keadilan ibarat angin tidak dapat kita lihat, tetapi bisa kita rasakan. Keadilan ada ditangan seseorang (penegak hukum) yang diberikan kewajiban dalam menegakkan keadilan, seharusnya penegak hukum yang telah di berikan tanggung jawab, hendaknya dapat melaksanakan dengan cara yang baik dan benar. Jangan caranya baik tapi hasilnya tidak benar, jangan caranya benar tapi hasilnya tidak baik. Ibarat seseorang mencuci pakaian kotor dengan air kencing, niatnya sudah bagus untuk membersihkan tapi caranya tidak benar dan hasilnya tidak baik, karena menggunakan air kencing.
Keadilan dapat diwujudkan dengan baik dan benar, jika penegak hukum terbiasa mewujudkan keadilan. Dikarenakan penegak hukum adalah manusia maka perlu untuk kita bedah mengenai permasalahan manusia sebagai penegak hukum tidak dapat menegakkan keadilan. Untuk dapat melihat suatu penyebab tidak terwujudnya keadilan tidak cukup dengan ilmu filsafat, atau ilmu hukum, atau ilmu politik, namun karena berhubungan dengan manusia, hendak memerlukan ilmu psikologi. Penegak hukum dalam hal ini yaitu Polisi, Jaksa, Hakim dan Pengacara berdasarkan pada kenyataan yang terjadi kita saksikan dalam penegakan hukum dalam mewujudkan keadilan, tidak sesuai dengan harapan masyarakat terutama kepada korban yang memperjuangkan keadilan terhadap dirinya.
Ada hal yang paling penting untuk di perhatikan bahwa penegak hukum sulit untuk melakukan penegakan hukum yang berkeadilan, sehingga integritas setiap penegak hukum luntur dan tidak dapat bertahan lama. Untuk mengupas hal-hal yang mengakibatkan keadilan tidak dapat terwujud dari penegak hukum, maka merujuk pada apa yang telah disampaikan didalam pandangan Abraham Maslow dalam hierarki kebutuhan, ada beberapa hal yang perlu di perhatikan dalam kebutuhan menurut Maslow, di bawah ini sebagai berikut:
a. kebutuhan fisiologis yaitu kebutuhan dasar manusia, untuk mempertahankan hidupnya secara fisik, manusia akan mengalami kelaparan dan haus, jika itu sudah saatnya, maka manusia akan mencari makanan dan minum. Penegak hukum jika kebutuhan dasar tidak terpenuhi maka tidak ada kemampuan untuk memikirkan dan melaksanakan penegakan hukum yang menghasilkan keadilan, bagaimana menghasilkan keadilan kalau perutnya berbunyi terus karena kelaparan. Kebutuhan fisiologis sangat mempengaruhi penegak hukum. Maka negara harus memperhatikan gaji dari penegak hukum supaya dapat memenuhi kebutuhan fisiologis dari penegak hukum, jika tidak maka akan mengubah penegak hukum menjadi penegak setan karena berupaya untuk dapat mencari biaya hidup dengan cara-cara kotor seperti melakukan korupsi
b. Kebutuhan akan rasa aman yaitu rasa aman fisik, stabilitas, ketergantungan, perlindungan dan kebebasan dari daya-daya mengancam seperti kriminalitas, perang, terorisme, penyakit, takut, cemas, bahaya, kerusuhan dan bencana alam. Serta kebutuhan secara psikis yang mengancam kondisi kejiwaan seperti tidak diejek, tidak direndahkan, tidak stres, dan lain sebagainya. Kebutuhan akan rasa aman berbeda dari kebutuhan fisiologis karena kebutuhan ini tidak bisa terpenuhi secara total. Manusia tidak pernah dapat dilindungi sepenuhnya dari ancaman-ancaman meteor, kebakaran, banjir atau perilaku berbahaya orang lain. Jika kebutuhan ini tidak terwujud maka akan bertingkah seperti anak-anak dan selalu merasa terancam. Penegak hukum sering mengalami ketidak terpenuhinya keamanan yang berupa intimidasi dari manapun, pengaruh para netijen di medsos, dan terkadang sering di teror oleh oknum yang merasa dirugikan oleh penegak hukum.
c. Kebutuhan rasa memiliki dan kasih sayang yaitu kebutuhan akan cinta, kasih sayang dan rasa memiliki-dimiliki. kebutuhan semacam ini dapat mempengaruhi penegak hukum jika yang belum berkeluarga, dan begitu juga yang sudah berkeluarga. Penegak hukum akan terganggu jika didalam rumah tangga sedang adanya konflik, dari sini akan mengakibatkan keputusan-keputusan yang diambil oleh penegak hukum tidak ideal lagi karena pemikiran terganggu oleh masalah yang lain. Apalagi dengan penegak hukum yang belum berkeluarga atau masih dalam situasi pacaran, biasanya yang sedang situasi pacaran banyak saja masalah yang dihadapin, dan dari masalah itu, dapat mengakibatkan pada penegakan hukum tidak dapat menghasilkan penegakan hukum yang berkeadilan.
d. Kebutuhan akan penghargaan, selanjutnya manusia akan bebas untuk mengejar kebutuhan egonya atas keinginan untuk berprestasi dan memiliki prestise. Maslow menemukan bahwa setiap orang yang memiliki dua kategori mengenai kebutuhan penghargaan, yaitu kebutuhan yang lebih rendah dan lebih tinggi. Kebutuhan yang rendah adalah kebutuhan untuk menghormati orang lain, kebutuhan akan status, ketenaran, kemuliaan, pengakuan, perhatian, reputasi, apresiasi, martabat, bahkan dominasi. Kebutuhan yang tinggi adalah kebutuhan akan harga diri termasuk perasaan, keyakinan, kompetensi, prestasi, penguasaan, kemandirian dan kebebasan. Sekali manusia dapat memenuhi kebutuhan untuk dihargai, mereka sudah siap untuk memasuki gerbang aktualisasi diri, kebutuhan tertinggi yang ditemukan Maslow. Bagaimana dapat terwujud kebutuhan ini jika penegak hukum misalnya Hakim dalam sebuah perkumpulan posisi Hakim diletakan ditempat duduk paling belakang dan selalu diawasin, ditambah lagi Hakim tidak diberikan kesempatan untuk berbicara, ini mempengaruhi kebutuhan rasa ingin dihargai, padahal Hakim ingin merasakan duduk didepan dan mungkin ingin merasakan memberikan wejangan-wejangan diacara tersebut. Hakim dalam penegakan hukum didalam Pengadilan akan merasa terganggu pemikiran karena mengingat selalu atas apa yang terjadi, dimana dirinya sebagai seorang Hakim tidak dihargai.
e. Kebutuhan akan aktualisasi diri, tingkatan terakhir dari kebutuhan dasar Maslow adalah aktualisasi diri, yaitu kebutuhan untuk membuktikan dan menunjukan dirinya kepada orang lain. Pada tahap ini, seseorang mengembangkan semaksimal mungkin segala potensi yang dimilikinya. Kebutuhan aktualisasi diri adalah kebutuhan yang tidak melibatkan keseimbangan, tetapi melibatkan keinginan yang terus menerus untuk memenuhi potensi. Maslow melukiskan kebutuhan ini sebagai hasrat untuk semakin menjadi diri sepenuh kemampuannya sendiri, menjadi apa saja menurut kemampuannya. Awalnya Maslow berasumsi bahwa kebutuhan untuk aktualisasi diri langsung muncul setelah kebutuhan untuk dihargai terpenuhi. Akan tetapi selama tahun 1960-an, ia menyadari bahwa banyak anak muda memiliki pemenuhan yang cukup terhadap kebutuhan-kebutuhan lebih rendah seperti reputasi dan harga diri, tetapi mereka belum juga bisa mencapai aktualisasi diri. Disini penegak hukum sangat menginginkan sekali membuktikan diri berhasil dalam menjalankan tugas, kegunaannya untuk dapat perhatian dari pemimpinnya atau menunjang kenaikan jabatan atas keberhasilan dalam penegakan hukum. Namun bahayanya jika penegak hukum melakukan dengan cara yang tidak baik dan tidak benar hanya untuk aktualisasi diri, sehingga tidak memikirkan efek atas tindakan yang dilakukan dalam penegakan hukum, yang dapat membuat hati masyarakat tidak merasakan keadilan.
Tidak heran jika penegakan hukum ditangan para penegak hukum tidak terwujud karena diakibatkan beberapa tembok seperti yang telah dijelaskan diatas, dan ini menjadi perhatian negara untuk melakukan perubahan ditubuh penegak hukum supaya tembok yang menjadi penghalang sesegera untuk dirobohkan.